Fumigasi (pengemposan) menggunakan belerang dioksida merupakan teknik pengendalian tikus sawah yang mudah, murah, dan efektif. Saat ini, fumigan yang digunakan adalah gulungan jerami yang di dalamnya diberi serbuk belerang kemudian dibakar untuk menghasilkan asap beracun. Hasil samping proses pengolahan padi salah satunya adalah sekam yang berpotensi sebagai bahan baku pembuatan briket. Oleh karena itu, penelitian rancang bangun briket berbahan baku sekam padi dilakukan sebagai bahan fumigan dan menguji daya bunuhnya terhadap tikus sawah. Tiga jenis briket meliputi briket arang sekam, briket sekam, briket campuran sekam dan arang sekam (perbandingan 3:1) dicetak berbentuk silinder (panjang 200 mm, diameter 70 mm). Jerami kering yang digulung dan diisi 10 gram serbuk belerang digunakan sebagai pembanding. Hasil pengujian menunjukkan bahwa lama waktu terbakarnya briket arang sekam dari utuh hingga habis rata-rata 43 menit dengan asap putih tidak pekat. Briket sekam habis terbakar rata-rata 22 menit dengan asap putih kecoklatan dan pekat. Briket campuran sekam dan arang sekam rata-rata terbakar selama 36 menit dengan asap putih kelabu dan pekat. Sedangkan jerami kering rata-rata habis dalam 3 menit dengan asap putih kekuningan dan pekat. Kematian tikus uji akibat menghirup asap fumigan berkisar 2,6-3,0 menit pada briket arang sekam, 1,6-2,8 menit pada briket sekam, 2,2-4,0 menit pada briket campuran sekam dan arang sekam, dan 1,8-3,4 menit pada gulungan jerami. Berdasarkan hasil tersebut, briket sekam padi memiliki potensi paling baik untuk dikembangkan lebih lanjut sebagai briket fumigan tikus sawah.
Tikus sawah (Rattus argentiventer) merupakan salah satu hama utama tanaman padi di Indonesia penyebab kerusakan dan kehilangan panen terbesar (BPS 2004, Dirjentan 2009). Kehilangan hasil panen akibat serangan tikus sawah di negara-negara produsen beras di kawasan Asia Selatan dan Asia Tenggara berkisar 5-10%. Lebih lanjut dijelaskan bahwa kehilangan panen sebesar 5% setara dengan 30 juta ton beras yang cukup untuk konsumsi 180 juta orang selama satu tahun. Di Indonesia yang 50-60% penduduknya mengkonsumsi beras sebagai pangan pokok, intensitas kerusakan tanaman padi rata-rata 17% per tahun akibat serangan tikus sawah, setara dengan kehilangan beras untuk konsumsi 25 juta penduduk Indonesia per tahun (Singleton et al. 1999).
Fumigasi lubang aktif merupakan salah satu metode pengendalian tikus sawah yang mudah, murah, efektif, dan relatif telah populer diterapkan petani. Pada prinsipnya, fumigasi adalah pengubahan komposisi udara normal dengan penjenuhan gas beracun sehingga membunuh hama target pengendalian (Anggara dan Sudarmaji 2008). Teknik pengendalian tersebut mampu membunuh tikus sawah di dalam lubang sarang dan dapat dilakukan pada semua stadia pertanaman padi. Sudarmaji dan Herawati (2003) menyatakan bahwa fumigasi yang dilakukan pada stadia generatif padi efektif membunuh induk tikus bersama anak-anaknya di dalam sarang karena bertepatan dengan periode reproduksi tikus sawah.
Bahan fumigan yang umum digunakan dalam praktek fumigasi lubang aktif tikus sawah adalah gas belerang dioksida (S02). Gas tersebut dihasilkan dari pembakaran jerami kering dan serbuk belerang dengan alat khusus yang disebut fumigator. Saat ini, bahan fumigan disiapkan sendiri oleh petani/pemakai dengan membuat gumpalan jerami kering (panjang ±20 cm, diameter ±8 cm) yang di dalamnya diletakkan sekitar 10 gram (satu genggam) serbuk belerang secara merata sepanjang gulungan jerami tersebut. Fumigan disiapkan beberapa saat sebelum digunakan untuk mencegah tercecernya serbuk belerang dari dalam gumpalan jerami. Apabila dibakar dalam fumigator akan menghasilkan asap berwarna putih kekuningan dan berbau belerang pekat. Gas belerang dioksida inilah yang dihembuskan ke dalam lubang-lubang sarang tikus sawah untuk menimbulkan kematiannya.
Sekam padi merupakan produk samping dari proses pengolahan gabah di pabrik-pabrik penggilingan beras. Salah satu potensi pemanfaatan sekam padi adalah dibuat briket fumigan untuk pengendalian tikus sawah karena bahan baku tersedia melimpah, murah, dan terbarukan. Berdasar data BPS (2008) bahwa total potensi sekam padi di Indonesia mencapai 13 juta ton per tahun. Beberapa jenis briket dapat dibuat dari sekam meliputi briket sekam, briket arang sekam, dan briket dari kombinasi sekam dan arang sekam dengan komposisi tertentu. Keuntungan dari penggunaan briket adalah periode terbakar yang lebih lama, tidak tercecernya serbuk belerang, lebih praktis digunakan, dan dapat dengan mudah didistribusikan ke daerah endemik serangan tikus. Disamping itu, juga meningkatkan nilai ekonomis sekam padi dengan proses produksi yang murah dan mudah. Oleh karena itu, dilakukan penelitian rancang bangun briket berbahan baku sekam padi sebagai bahan fumigan dan menguji daya bunuhnya terhadap tikus sawah. Briket sekam fumigator ini diharapkan akan digunakan sebagai fumigan alternatif dengan efektif dan murah.
Pembuatan briket fumigan
Briket arang sekam dibuat dengan campuran bahan arang sekam padi, lem kanji (hasil pengolahan tepung tapioka), dan serbuk belerang dengan perbandingan 4:2:1. Arang sekam disiapkan sebelumnya dengan melakukan pembakaran tidak sempurna sekam padi sehingga diperoleh arang sekam yang berwarna hitam. Selanjutnya, arang sekam dicampur merata dengan lem kanji dan serbuk belerang dan dilakukan dilakukan pengepresan dengan cetakan khusus (telah disiapkan sebelumnya) sehingga diperoleh briket sekam dengan panjang 20 cm dan berdiameter 7 cm. Pada bagian tengah briket dilengkapi dengan lubang memanjang berdiameter 1 cm sepanjang briket tersebut sebagai tempat peletakan sumbu untuk pembakaran awal briket nantinya.
Briket sekam padi dibuat dengan campuran bahan sekam padi, lem kanji, dan serbuk belerang dengan perbandingan 4:2:1. Ketiga bahan dicampur merata dan dilakukan pengepresan dengan cetakan khusus sehingga diperoleh briket sekam dengan panjang 20cm dan berdiameter 7 cm. Proses pembuatan briket sekam padi memerlukan waktu lebih lama dibanding briket arang sekam. Pada saat pengepresan, calon briket sekam tidak langsung diangkat tetapi dibiarkan agak lama (sekitar 15-20) di dalam alat penempa hingga lem lebih kering. Apabila prosedur ini dilewati, briket yang telah tercetak akan mengembang dan ambrol apabila langsung diangkat dari alat penempa tersebut. Pada bagian tengah briket dilengkapi dengan lubang memanjang berdiameter 1cm sepanjang briket tersebut sebagai tempat peletakan sumbu untuk pembakaran awal briket nantinya.
Briket kombinasi sekam dan arang sekam dibuat dengan komposisi 75% sekam dan 25% arang sekam. Kedua bahan tersebut dicampur terlebih dahulu, kemudian dicampurkan dengan lem kanji dan serbuk belerang dengan perbandingan 4:2:1. Selanjutnya, arang sekam dicampur merata dengan lem kanji dan serbuk belerang dan dilakukan dilakukan pengepresan dengan cetakan khusus (telah disiapkan sebelumnya) sehingga diperoleh briket sekam dengan panjang 20 cm dan berdiameter 7 cm. Pada bagian tengah briket dilengkapi dengan lubang memanjang berdiameter 1 cm sepanjang briket tersebut sebagai tempat peletakan sumbu untuk pembakaran awal briket nantinya. Setelah selesai dicetak, ketiga jenis briket tersebut dijemur hingga kering.
Pengujian periode terbakar dan kualitas asap briket fumigan
Gulungan kertas koran berdiameter 1 cm dimasukkan ke bagian tengah setiap briket sebagai sumbu untuk pembakaran awal. Selanjutnya, setiap jenis briket dimasukkan ke dalam fumigator tikus dan dilakukan pengamatan periode terbakarnya (sejak mulai terbakar hingga habis menjadi abu) menggunakan stopwatch. Selama pembakaran briket tersebut, dilakukan pemutaran kipas fumigator secara konstan dan terus menerus hingga seluruh briket habis terbakar. Asap yang keluar dari pembakaran setiap briket sekam juga diamati dan dicatat secara kualitatif (warna, kepekatan, dan bau). Kegiatan tersebut dilakukan dalam 5 ulangan dan fumigan standar (gulungan jerami kering dengan serbuk belerang) digunakan sebagai pembanding/kontrol.
Pengujian daya bunuh briket fumigan
Sebelum pengujian daya bunuh, disiapkan peralatan sebagai pengganti lubang sarang tikus, berupa paralon PVC berdiameter 5cm sepanjang 100 cm dan stoples plastik berkapasitas 5 liter. Bagian sisi stoples dibuat lubang sebesar paralon untuk memasukkan asap fumigan nantinya. Tikus uji berupa tikus sawah dewasa yang dimasukkan dalam stoples dari atas dan ditutup rapat, kemudian dialirkan asap dari setiap jenis fumigan yang diuji. Pengamatan dilakukan terhadap perilaku tikus, terutama gejala keracunan secara inhalasi dan periode kematian tikus uji. Kegiatan ini dilakukan dalam 10 ulangan untuk setiap jenis briket sekam dan fumigan standar (gulungan jerami kering dengan serbuk belerang) digunakan sebagai pembanding/kontrol.
Bahan fumigan pembanding yang umum digunakan petani, berupa gulungan jerami yang didalamnya diberi serbuk belerang rata-rata habis terbakar dalam waktu 3 menit apabila kipas fumigator terus menerus diputar. Berbagai briket fumigan berbahan baku sekam padi terbukti memiliki periode terbakar lebih lama dalam fumigator (Tabel 1). Dengan semakin panjang periode terbakarnya fumigan, maka semakin banyak jumlah lubang tikus yang dapat difumigasi, sehingga berpotensi menyebabkan kematian lebih banyak tikus sasaran pengendalian. Briket arang sekam dan campuran sekam-arang sekam (3:1) juga diketahui memiliki periode terbakar lebih lama dibanding briket sekam dan kontrol. Hal tersebut diduga akibat kepadatan material kedua briket berbahan arang sekam tersebut lebih rapat dibanding briket sekam dan gulungan jerami, sehingga dengan ukuran yang sama memerlukan waktu lebih lama hingga terbakar semuanya.
Tabel 1. Periode terbakar, rentang waktu kematian tikus uji, dan kualitas asap berbagai jenis fumigan tikus sawah
Jenis
fumigan
|
Periode
terbakar (menit)*
|
Kematian
tikus uji (menit)
|
Kualitas
asap
|
||
Warna
|
Kepekatan
|
Bau
belerang
|
|||
Briket arang sekam
|
43
a
|
2,6
- 3,0
|
putih
|
kurang
banyak
|
Sedang
Menyengat
|
Briket sekam
|
22
b
|
1,6
- 2,8
|
putih
kecoklatan
|
||
Briket sekam+arang
|
36
ab
|
2,2
- 4,0
|
putih
kelabu
|
sedang
banyak
|
Sedang
Menyengat
|
Kontrol (jerami gulung)
|
3
c
|
1,8
- 3,4
|
putih
kekuningan
|
*angka diikuti huruf yang sama dalam satu kolom menunjukan tidak beda nyata uji jarak berganda Duncan (α=5%).
Asap yang dihasilkan pada pembakaran fumigan standar (gulungan jerami) berwarna putih kekuningan, pekat, dan berbau belerang yang tajam/menyegat. Warna kuning pada asap diduga kuat akibat terbakarnya butiran belerang yang diletakkan di dalam gulungan jerami tersebut. Selama pengujian berlangsung diketahui bahwa semakin kuning warna asap tersebut, maka semakin tajam bau belerang yang dihasilkan. Pada pembakaran berbagai jenis briket fumigan, kuantitas asap tidak sebanyak asap fumigan pembanding (Tabel 1). Meskipun fumigan briket sekam juga menghasilkan asap yang relatif banyak, tetapi kuantitasnya masih sedikit di bawah fumigan standar dari gulungan jerami. Asap briket sekam berwarna putih kelabu yang merupakan kombinasi dari terbakarnya sekam, arang sekam, dan serbuk belerang. Dari hasil pengujian ini juga diketahui bahwa bau belerang yang lebih menyengat diperoleh pada pembakaran fumigan yang kerapatan materialnya lebih longgar.
Kepekatan asap yang dihasilkan briket berbahan arang sekam terlihat lebih sedikit daripada briket sekam dan gulungan jerami. Bau belerang yang dihasilkan pada pembakaran kedua jenis briket tersebut juga tidak setajam bau belerang briket sekam dan gulungan jerami. Briket fumigan yang berbahan baku arang sekam juga terlihat sedikit lebih lama menyebabkan kematian tikus uji. Hal tersebut kemungkinan berhubungan dengan kepekatan asap dan bau belerang yang dihasilkannya. Meskipun demikian, keempat bahan fumigan mampu menyebabkan kematian tikus uji dengan relatif cepat, rata-rata kurang dari 5 menit setelah fumigasi tikus uji (Tabel 1).
Berdasarkan hasil percobaan ini, briket sekam padi memiliki potensi paling baik untuk dikembangkan lebih lanjut sebagai briket fumigan tikus sawah karena memiliki waktu terbakar lebih lama dari fumigan gulungan jerami tetapi memiliki kualitas asap yang setara baiknya dengan fumigan standar tersebut. Keunggulan kompetitif briket sekam juga lebih mudah untuk menyala dibanding briket arang sekam dan briket campuran sekam-arang sekam. Meskipun demikian, dalam proses pembuatannya diperlukan penyempurnaan lebih lanjut agar briket sekam yang dihasilkan tetap ringan, mudah menyala, relatif lama periode terbakarnya, dan tidak mudah buyar/ambrol.
Semua jenis briket fumigan (arang sekam, sekam, dan campuran sekam-arang sekam) memiliki bobot per satuan lebih berat dibanding fumigan standar dengan dimensi ukuran yang sama. Disamping itu, briket fumigan juga pada awalnya lebih sulit terbakar dan memerlukan pasokan udara lebih banyak untuk membakarnya. Oleh karena itu, pemakai wajib memutar kipas fumigator secara berkala agar briket yang telah menyala dalam fumigator tidak padam. Selama pengujian berlangsung, briket arang sekam yang telah menyala akan mati dengan sendirinya apabila 5 menit saja kipasfumigator tidak diputar. Agar lebih praktis digunakan, diperlukan beberapa perbaikan lebih lanjut seperti dimensi ukuran briket (panjang dan diameter) agar lebih ringan dan tidak mudah buyar, juga penyempurnaan diameter lubang sumbu agar lebih mudah terbakar, serta modifikasi fumigator yang lebih sesuai dengan briket fumigan tersebut. (Agus Wahyana)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar